Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kita begitu banyak nikmat terutama nikmat Iman shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi kita Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam beserta para keluarganya para sahabatnya dan para pengikutnya yang senantiasa Setia meniti di atas jalannya.
Akidah merupakan asas dan pondasi, sebuah bangunan tidak akan berdiri kukuh jika tidak ditopang oleh pondasi yang kuat. Akidah statusnya seperti pondasi bagi suatu umat, tatkala akidahnya kuat, benar, serta lurus maka kemajuan dan eksistensi umat pun akan diraih. Akan tetapi bila kondisinya sebaliknya; akidah umat tidak benar, menyelisihi para generasi terbaik umat ini, terpengaruh oleh beragam pemikiran batil, maka tidak mungkin kejayaan umat akan terwujud.
Setiap Rasul menyeru kaumnya untuk berakidah tauhid, Allah ta’ala berfirman,
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia.” (QS. al-A’raf: 59).
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Ibadah merupakan hak Allah ta’ala yang harus ditunaikan oleh para hamba-Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Muadz Bin Jabal, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bertanya,
يَا مُعَاذُ، هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَمَا حَقُّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟»، قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى العِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu hak Allah terhadap hamba-hamba-Nya dan apa hak para hamba kepada Allah?’, ia menjawab, ‘Hanya Allah dan rasul-Nya yang tahu’, beliau bersabda, ‘Hak Allah kepada para hamba-Nya adalah mereka harus beribadah kepada-Nya tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan hak para hamba kepada Allah, Dia tidak akan menyiksa siapapun yang tidak menyekutukan-Nya sesuatu.” (HR. al-Bukhari: 2856).
Hak ini harus ditunaikan, karena ia merupakan hak yang paling utama dan tidak ada hak lain yang lebih penting serta paling utama melainkan hak Allah, yaitu wajib menyembah kepada-Nya tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.
Kesyirikan yang pertama terjadi dalam sejarah umat manusia adalah pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam ketika mereka memperlakukan orang-orang saleh berlebihan dan mereka angkuh serta enggan menerima dakwah nabi-nabi mereka, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr.” (QS. Nuh: 23).
Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang disembah kaum Nuh yang semula nama-nama orang yang saleh. at-Tafsir al-Muyassar Hal. 571. https://quranenc.com/ar/browse/indonesian_affairs/71#23
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata di dalam Kitab shahihnya, dari haditsnya Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata, “Ini adalah nama-nama orang-orang saleh dari kaum Nuh alaihissalam, tatkala mereka mati setan membisikkan kepada kaumnya agar mereka meletakkan batu-batu di tempat biasanya mereka bermajelis serta menamai batu-batu itu dengan nama-nama orang saleh tersebut. Mereka pun melakukannya, memang awalnya tidak disembah, namun pada akhirnya orang-orang yang memasang patung itu mati dan generasi berikutnya tidak berilmu, hingga akhirnya patung-patung tersebut disembah.” (HR. al-Bukhari: 4920).
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Banyak kalangan ulama dari para salaf mengatakan mengenai Ayat tersebut, tatkala mereka orang-orang saleh mati maka para penduduk berdiam di kuburan orang-orang saleh, lantas membuat patung sosok mereka kemudian seiring berjalannya waktu yang cukup lama, hingga akhirnya disembah.” Ighatsah al-Lahfaan min Mashayid asy-Syaithan karya Muhammad bin Abu Bakar Ibnu Qayyim al-Jauziyah (1/184)
Melalui riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma di atas ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari sebab terjadinya kesyirikan pada kaum Nuh Alaihissalam:
Pertama: Bahaya atau mudharat memasang atau memajang gambar-gambar yang bernyawa di dinding karena hal itu bisa mengakibatkan kesyirikan, terutama gambar orang-orang saleh. Hal ini sebagai upaya menutup segala celah yang akan berakibat buruk yaitu kesyirikan.
Kedua: Semangat setan yang cukup besar dalam menyesatkan anak keturunan Adam dan memperdayai mereka: kesesatan bisa melalui sikap terlalu mengedepankan perasaan dalam beragama atau memoles perbuatan batil agar terlihat seolah sebuah amal kebajikan.
Ketiga: Setan tidak hanya menyesatkan generasi yang ada pada masa kini, ia terus-menerus menyesatkan generasi berikutnya hingga hari kiamat. Jika setan gagal menyesatkan generasi yang ada, maka ia senantiasa akan berusaha untuk menyesatkan generasi berikutnya.
Keempat: Tidak meremehkan segala sarana yang dapat mengakibatkan kesyirikan
Kelima: Keutamaan para ulama yang mengamalkan ilmunyanya dan betapa pentingnya keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat, sementara kehilangan mereka dapat menimbulkan keburukan karena setan tidak mampu atau tidak leluasa untuk menyesatkan suatu kaum sampai para ulamanya tiada.
Wallahu a’lam
Oleh: Akhmad Taufik Arizal, Lc. M.H.
Disadur dari buku Bayan haqiqah at-Tauhid alladzi ja`a bihi ar-Rusul wa dahdhu asy-Syubuhat allati Utsirat haulahu karya Syekh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan